Dibangun Raja Keraton Solo, Masjid Ini Berusia Seabad Lebih

Sumber : aroengbinang.com

Boyolali – Masjid Cipto Mulyo, menjadi masjid yang dikenal tertua di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Sebab, masjid ini konon dibangun secara langsung oleh Ratu (Raja) Keraton Solo, Sri Susuhunan Paku Buwono X. 

Masjid ini berada di kawasan obyek wisata Pengging di Kecamatan Banyudono. Lokasi masjid berada di area sebelum memasuki gerbang makam pujangga Keraton Surakarta R Ng Yosodipuro. 

Dari pusat kota Boyolali, lokasi wisata religi ini berjarak kurang lebih 15 km. 

“Menurut cerita, sebelum masjid ini didirikan, di sebelah belakang dekat makam ada musala kecil. Karena untuk jemaah tidak muat, akhirnya didirikan masjid seperti ini,” kata Ahmadi, penjaga masjid, dilansir dari akun Youtube Kabupaten Boyolali. 

Dijelaskan, dalam papan nama tertera bahwa Masjid Cipto Mulyo Pengging Boyolali didirikan pada Selasa Pon tanggal 14 Jumadil Akir 1838 je. Jika dikonversikan ke penanggalan Masehi, yakni tahun 1905. 

Mengutip laman jatengprov.go.id, desain Masjid Cipto Mulyo Pengging memiliki sentuhan hampir mirip dengan Masjid Agung Surakarta. 

Menilik awal sejarahnya, masjid tersebut didirikan oleh ayah R. Ng. Yosodipuro yaitu Tumenggung Padmonegoro. Pada saat itu Tumenggung Padmonegoro menjabat sebagai Bupati Pekalongan yang diangkat oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo. 

Tumenggung Padmonegoro mulanya menamakan masjid tersebut dengan nama Masjid Karangduwet. Kemudian masjid tersebut direnovasi oleh Paku Buwono X dan namanya diganti menjadi Masjid Cipto Mulyo. 

Dari nilai historis tersebut, saat ini Masjid Cipto Mulyo menjadi salah satu destinasi wisata religi di Pengging Boyolali. Bangunan masjid tertua tersebut juga masuk dalam bangunan kuno dengan nuansa Jawa. 

Desain masjid dibuat khas Jawa yaitu berbentuk limasan seperti pendopo. Jika masuk ke dalam masjid maka akan terlihat pilar masjid yang terbuat dari kayu jati dan dicat berwarna krem. 

Marbot Masjid Cipto Mulyo Pengging Paimin Muh Masykuri menjelaskan, bagian atas masjid telah direnovasi karena sirapnya lapuk dan bocor saat hujan. Sedangkan belandar, usuk, dan sebagian besar bangunan lainnya masih utuh sesuai aslinya. 

“Beduk, kentungan asli yang ganti kulitnya karena sudah dimakan usia dan ditabuh setiap hari,” terangnya. 

(mar/ars)