Perang Obor, Tradisi Melegenda yang Dilestarikan Warga Jepara

Jepara, katakutip.com – Bermula dari sebuah cerita rakyat, kesenian perang obor menjadi kegiatan sarat makna spiritual, serta daya tarik budaya lokal yang dilestarikan secara turun-temurun di wilayah pesisir Jepara, Jawa Tengah.

Di waktu tertentu, seperti prosesi puncak sedekah bumi, masyarakat di daerah ini memeriahkan ritual rasa syukur dan tolak bala dengan cara menggelar perang obor. Sebagaimana ditampilkan warga Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, pada Senin (20/6) kemarin malam.

Acara kali ini tampak lebih meriah dan menyedot perhatian lebih banyak masyarakat daripada festival yang digelar sebelumnya. Karena semenjak pandemi Covid-19 melanda, kegiatan ini sempat ditiadakan selama dua tahun.

Penjabat (Pj) Bupati Jepara melalui Sekretaris Daerah Edy Sujatmiko menyampaikan apresiasi kepada warga Tegalsambi atas pelaksanaan perang obor. Tidak hanya pelaksanaan aktivitas sosial budaya, melalui event seperti ini Edy berharap, mampu menggerakkan kembali perekonomian masyarakat.

Baca juga: Wayang Bengkong, Kesenian Asli Lasem yang Umurnya Sudah 8 Abad

Menurut dia, digelarnya festival perang obor menunjukkan warganya masih peduli dan melestarikan budaya lokal. Apalagi perang obor, yang sejak 2021 telah diakui oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai warisan budaya tak benda (WBTB), bersama dengan Pesta Lomban dan Jembul Tulakan.

Pihaknya juga terkesan dengan Desa Tegalsambi yang berhasil mengembangkan perang obor menjadi bentuk seni lain, seperti Batik Perang Obor dan Tari Obor. Iapun menawarkan sejumlah upaya pembinaan atas inovasi kesenian oleh warga desa setempat.

“Silakan berkomunikasi dengan Disparbud, nanti kita olah menjadi kreasi yang lebih baik,” ucapnya.

Kepala Desa Tegalsambi, Agus Santoso, menjelaskan, tradisi perang obor merupakan tradisi turun temurun yang dilaksanakan tiap Senin Pahing, malam Selasa Pon, di bulan besar atau Dzulhijjah, bertepatan dengan sedekah bumi desanya.

Agus mengisahkan, asal-usul tradisi perang obor bermula dari legenda Ki Gemblong yang dipercaya oleh Kiai Babadan untuk merawat dan menggembalakan ternaknya.

“Namun, karena terlena dengan ikan dan udang di sungai, ternak tersebut terlupakan sehingga sakit atau mati.”

Baca juga: Jathilan Kudo Sendoko, Kesenian Khas Borobudur yang Ada Sejak Zaman Gerilya

Kiai Babadan yang tidak terima dengan kelalaian Ki Gemblong hendak memukulnya dengan obor dari pelapah kelapa. Sementara Ki Gemblong ia menggunakan obor serupa untuk membela diri.

Tanpa diduga, benturan kedua obor menyebarkan api di tumpukan jerami di sebelah kandang, dan ternak yang awalnya sakit tiba-tiba menjadi sembuh.

Legenda tersebut kini dituangkan masyarakat menjadi perang obor, sebagai wujud rasa syukur warga setempat. “Ini merupakan bentuk rasa syukur kami. Api obor ini kami percaya mampu mendatangkan kesehatan dan menolak bala,” kata Agus.

(mar/ahs)

Exit mobile version
%%footer%%