Rembang – Pelaksanaan seleksi pengisian perangkat desa di sejumlah desa di Kecamatan Lasem, Rembang disebut-sebut bermasalah. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang pun menyebut agar hal itu tidak hanya sekedar dugaan.
Plt Kepala Dinpermades Rembang Sulistyono menjelaskan, pihaknya tetap mengikuti sesuai aturan Perbup yang berlaku, yakni jika terdapat permasalahan dapat dilaporkan ke Panwascam dan Forkopimcam serta UPT setempat.
“Kita sesuai aturan saja sesuai Perbup yang ada, kalau ada permasalahan dapat dilaporkan ke Panwascam yang diketuai oleh Camat dengan wakil ketua Sekcam dengan anggota unsur kecamatan dan Forkompincam serta UPT yang ada di Kecamatan Lasem,” ujarnya.
Ia pun menyarankan para peserta yang merasa dicurangi, agar melaporkan ke pihak panitia pengawas kecamatan. Termasuk disertai bukti-bukti kejanggalan.
“Nanti tentunya akan ditindaklanjuti oleh Panwascam kalau disertai bukti-bukti yang akurat. Tidak hanya sekedar dugaan dan ada batas pengaduan sesuai Perbup. Jadi segera dikomunikasikan dengan Panwascam Lasem, kalau hanya sekedar dugaan sulit untuk dibuktikan karena tetap sesuai aturan dan taat asas praduga tidak bermasalah,” paparnya.
Salah satu peserta seleksi perangkat desa warga Desa Jolotundo, Mukhlisin yang juga sebagai Ketua Forum Milenial Kecamatan Lasem menyebut memang ada sejumlah dugaan kejanggalan dalam pelaksanaan seleksi itu.
“Di Desa Soditan Lasem, kami menemukan sejumlah kejanggalan. Seperti adanya gap yang terlalu mencolok antara skor nilai peserta yang lolos dan tidak,” ucap Mukhlisin kepada wartawan, Rabu (17/11/2021).
Ia menyebut, nilai hasil ujian tertulis, rentang nilainya antara peserta yang lolos dan tidak lolos terlalu jauh atau banyak.
“Skor nilai dari hasil pelaksanaan seleksi perangkat desa di Kecamatan Lasem yang dilaksanakan pada 14 November 2021 lalu di Universitas Ngudi Waluyo Semarang, dinilainya tidak wajar. Nilainya terlalu jomplang, antara peringkat di atas dan di bawahnya itu terlalu jomplang,” bebernya.
Selain itu, Mukhlisin juga mengungkapkan kejanggalan lainnya, seperti nilai salah satu peserta ada yang 0, sesaat setelah ditanyakan kepada panitia seleksi, nilainya berubah menjadi 16 poin.
Kemudian ada peserta yang lolos, padahal waktu mengerjakannya tidak lebih dari 15 menit, bahkan dia juga kesulitan memasukkan email dan belum selesai mengetik.
“Yang beredar di masyarakat ujian perangkat desa memakai CAT (Computer Assisted Test), tetapi di sana (lokasi ujian) pakainya CBT (Computer Based Test), bisa dikendalikan admin,” tuturnya.
“Kami akan menuntut dan segera melakukan pengusutan atas sejumlah dugaan kejanggalan yang muncul, serta menunda pelantikan peserta yang lolos seleksi calon perangkat desa,” imbuhnya.
(mmn/ars)