Dear Pemerintah, Dengarkan Nelayan di Rembang tentang PP 85

Salah satu pemilik kapal, Joko Suprihadi. (Muhammad Minan - katakutip.com)

Rembang – Pemberlakuan PP Nomor 85 Tahun 2021 oleh pemerintah membawa dampak kepada ratusan kapal nelayan di Kabupaten Rembang. Para nelayan pun berharap agar argumen mereka dapat didengar.

Salah satu pemilik kapal, Joko Suprihadi warga Kecamatan kota Rembang mengatakan, saat ini para nelayan khususnya nelayan di Rembang yang mempunyai alat tangkap jaring berkantong banyak mengalami kerugian.

“Kapal sudah 4 kali berangkat melaut namun hasil tangkapan berkurang, jadi sama sekali tidak mendapatkan hasil, jika PP No 85 tetap diterapkan tentunya kedepan akan menambah beban berat bagi para nelayan,” katanya kepada katakutip.com, Selasa (26/10/2021).

Dia juga mengeluhkan terkait cara pemerintah melakukan pungutan pajak kepada para nelayan. Sebab, cara pemerintah dalam hal penerimaan negara bukan pajak (PNBP) para nelayan berdasarkan hitungan bruto bukan solusi yang tepat untuk saat ini.

“Seharusnya pemerintah menggunakan cara hitung yang berbeda, yakni ketika melakukan pungutan kepada nelayan tidak mengambil hitungan bruto melainkan hitungan netto. Karena nelayan ketika melaut menggunakan modal perbekalan yang cukup besar,” tambahnya.

Joko menjelaskan, kapal bermuatan 70 GT setidaknya butuh modal perbekalan senilai Rp 200 juta sekali melaut dengan jangka waktu sekitar satu bulan.

“Ketika nelayan mengeluarkan biaya perbekalan untuk melaut senilai Rp 200 juta, dan perhitungan PNBP masih menggunakan hitungan bruto maka bisa dipastikan nelayan dan juga pemilik kapal tidak mendapatkan hasil,” bebernya.

Baca juga : Solar Langka, Nelayan di Rembang Setop Melaut

Sementara itu, Advokasi dan Kebijakan Publik Asosiasi Nelayan Dampo Awang Bangkit, Jumiati menerangkan, sampai saat ini masyarakat nelayan di Rembang tetap menolak adanya penerapan PP No 85 Tahun 2021.

“Kami para nelayan sangat keberatan dengan adanya penerapan PP Nomor 85 Tahun 2021, saat ini untuk pembuatan SIUP dikenakan Rp 268 ribu per Gross Ton, sebelumnya hanya dikenakan Rp 43 ribu per Gross Ton. Ini naik 700 persen jadinya,” tuturnya.

Jumiati menambahkan, pihaknya berharap pemerintah segera mengevaluasi terkait PP No 85 Tahun 2021 serta melakukan perhitungan kembali pengenaan pajak pada nelayan.

“Harapan kami agar PP No 85 segera di evaluasi dan perhitungan pajak dihitung dari hasil penjualan ikan yakni netto bukan bruto. Meskipun ada kenaikan, kami berharap cuma 50 persen dari alat tangkap sebelumnya,” pungkasnya.

(mmn/ars)